Membangkitkan Generasi Literer
Membangkitkan Generasi Literer
Peradaban keilmuan itu tidak bisa lepas dari bangkitnya generasi bernas yaitu generasi literer. Generasi literer dilahirkan dari orangtua, lingkungan belajar dan masyarakat yang sadar akan pentingnya gerakan melek literasi.
Kemampuan berliterasi peserta didik pada abad ke-21 ini, berkaitan erat dengan keterampilan membaca yang berujung pada kemampuan memahami informasi secara kritis, analitis, dan reflektif. Abad ini, makna literasi menjadi semakin luas. Literasi lebih dari ‘sekedar’ membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital dan auditori. Kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi.
Literasi informasi mencakup lima komponen yaitu literasi dasar (basic literacy), literasi perpustakaan (library literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy) dan literasi visual (visual literacy). Literasi yang komprehensif dan saling terkait ini mendorong seseorang untuk berkontribusi kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan perannya sebagai warga negara global (global citizen).
Kelima keterampilan tersebut dalam konteks Indonesia, perlu diawali dengan literasi usia dini yang mencakup fonetik, alfabet, kosakata, sadar dan memaknai materi cetak (print awareness), dan kemampuan menggambarkan dan menceritakan kembali (narrative skills). Pemahaman literasi dini yang sesuai dengan tumbuh kembang anak sangat penting untuk dipahami masyarakat. Pendidikan literasi usia dini perlu mendapat perhatian khusus yang berlanjut ke literasi dasar.
Di lini pendidikan formal, peran aktif para pemangku kepentingan, yaitu kepala sekolah, guru, tenaga pendidik, dan pustakawan sangat berpengaruh untuk memfasilitasi pengembangan komponen literasi peserta didik. Pendekatan cara belajar-mengajar yang berpihak pada komponen-komponen literasi ini juga diperlukan. Lingkungan belajar yang memberi kesempatan peserta didik bereksplorasi dengan kelima komponen literasi ini akan menentukan kesiapan peserta didik berinteraksi dengan literasi visual.
Generasi literer tidak bisa lepas dari kegiatan membaca dan menulis (basic literacy). Mari kita bangkitkan generasi yang gemar membaca selanjutnya ketagihan menulis. Perlu dukungan semua pihak untuk kebangkitan generasi literer ini.
Awalnya Dari Membaca
Penulis meminjam istilah M. Fauzil Adhim (2007) dari bukunya Positive Parenting, awalnya dari membaca. Apakah membaca sudah menjadi habit kita dan siswa kita hari ini? Apakah membaca sudah menjadi menu favorit kita dan siswa kita? Jika jawabannya sudah, kita patut bersyukur. Namun, jika jawabannya belum, kita layak untuk mengelus dada dan memikirkan langkah apa yang harus kita tempuh agar membaca dan selanjutnya menulis menjadi aktivitas keseharian yang menyenangkan dan menghasilkan karya besar. Membaca adalah jalan untuk belajar banyak hal. Membaca adalah bagian awal dari learning habit generasi bernas.
Peradaban keilmuan ini memang harus dibangun dari kebiasaan yang baik. Kebiasaan yang baik ini bernama “membaca”. Tradisi membaca ini tidak bisa datang dengan sendirinya. Semua komponen perlu mendukung kebiasaan baik ini. Keluarga menjadi tempat yang pertama dan utama dalam memperkenalkan kebiasaan membaca. Artinya, ayah dan ibu atas nama keluarga ini pun, terlebih dahulu harus juga mencintai kegiatan membaca.
Keteladanan adalah mata air yang tidak boleh surut. Ayah dan ibu harus dapat menunjukkan kecintaannya terhadap ilmu dan buku. Ayah dan ibu harus saling mendukung dan memberi fasilitas seluas-luasnya terhadap akses baca dan selanjutnya menulis. Adanya perpustakaan pribadi di rumah dengan koleksi beranekaragam bacaan bermutu adalah salah satu bukti tekad membangun peradaban keilmuan ini dari rumah. Berkunjung ke perpustakaan atau toko buku bisa menjadi agenda rutin keluarga yang menyenangkan.
Habit ini perlu diciptakan dan didukung oleh semua pihak. Bermula dari keluarga inti, institusi pendidikan dan masyarakat secara luas. Keluarga inti dan semua institusi yang menyadari pentingnya aktivitas membaca ini, dapat mendukung dengan menyediakan bahan bacaan berkualitas dan bergizi. Bahan bacaan ini memang perlu diseleksi oleh orangtua, guru dan para pemangku kepentingan. Bacaan yang tidak bermutu hanya akan menjadi sampah di dalam otak anak-anak kita.
Oleh: Arum Wulandari, S.Si
Guru Fisika SMAN 1 Baturetno, Wonogiri
*Pernah dimuat di Solopos, Rabu Wage, 2 Agustus 2017